Kamis, 10 Juni 2010

Nilai-nilai barat yang menyebabkan penyakit jiwa



Nilai-nilai yang diterapkan dalam peradaban barat seolah membuat masyarakat rentan terhadap penyakit jiwa. Kebudayaan yang tersebar, pandangan akan arti kehidupan, teknologi yang tidak sepenuhnya menjaga tabiat dasar manusia serta pola pembentukan generasi masyarakatnya yang dimulai dari keluarga dan bangku sekolah, semua ini membentuk interpretasi indivdidu pada ketidakseimbangan dalam dirinya, pandangannya atas ketidakseimbangan tersbut dan gaya interaksinya dengan ketidakseimbangan itu.

Interpretasi inilah yang kemudiannya menjadi pemicu penyakit dalam dirinya dan tidak jarang menjadi sumber utamanya. Ada beberapa penyebab biologis yang memicu penyakit kejiwaan, seperti faktor genetik, cacat tubuh, luka dan sejenisnya. Adapun faktor fisik seperti epilepsi, rendah diri dan traumatis. Namun kedua penyebab tersebut tidak akan cukup memicu munculnya penyakit kejiwaan hingga disertai dengan interpretasi dan persepsi individu akan apa yang dimaksudkan dengan penyakit kejiwaan. Dengan demikian dapat disimpulakan penyebab biologis dan fisikis hanyalah pengaruh yang sangat lemah dalam menimbul goncangan kejiwaan pada sebagian orang, di saat kekuatan diri stabil dan merekapun mampu berinteraksi secara baik dengan semuanya.

Adapun penyebab lain yang rentan dan menimbulakan goncangan kejiwaan, seperti fisik yang buruk dan pembentukan keperibadian yang salah. Ada juga penyebab langsung yang menimbulkan goncangan kejiwaan seperti kerisis kesehatan, materi, keluarga, masyarakat dan pekerjaan. Tapi yang terpenting adalah bahwa penyebabnya adalah karena cara individu menyikapi kedua sebab eksternal tersebut.

Kehidupan tidak terlepas dari problematika. Anak kecil memiliki problematikanya tersendiri. Kaum remaja, Pernikahan dan bahkan masa tua mempunyai problematika tersendiri. Persepsi individu terhadap dirinya sendiri, kehidupan dan lingkungannyalah yang akan menjadi bentengnya. Problematika yang ada dalam diri dan kehidupan yang akan menuntut respons dari dalam dirinya, hingga bisa dilihat, apakah ia bisa menghadapinya dengan baik hingga kehidupannay menjadi normal, ataukah ia gagal menghadapinya sehingga jatuh sakit. Nilai-nilai kebudayaan barat tidak tidak mempersiapkan masyarakatnya untuk mampu menhadapai semua itu. Inilah akhirnya menjadi titik lemaahnya.

Problematika Negara-negara maju mulai berbalik arah. Mereka tidak lagi kekurangn nutrisi dan obat-obatan. Setelah kebutuhan keduanya terpenuhi, kini mereka mulai kehilangna makna dan tujuan hidup yang sebenarnya.

“manusia masakini banyak mengalami depresi, walau mereka memiliki kecukupan ekonomi. Dunia teknologi telah membentuk suatu kerangkeng yang memisahkannya dari habitat aslinya di mana dulu ia bisa berkembang. Mereka menjadi dan merasa gagal dalam memenuhi kebutuhan dasarnya yang tidak akan bisa tergantikan oleh apapun jua. Manusia masa kini layaknya binatang yang bebas dan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya di kebun binatang.”.

Para psikolog pun menyepakati adanya krisis jati diri manusia. Sorang psikoanalisis terkenal DR. Eric Fromm mengadakan penelitan yang begitu lama dalam ungkapan:

“Perenungan tematis (bila kita hendak menjadikan tabiat manusia sebagai satu pelajaran) menunjukkan bahwa aktivitas kehidupan lebih didominasi oleh faktor kesenangan radikal yang tidak bisa mengantarkan manusia menuju kebahagiaannya. Dalam perenungan tersebut dijelaskan penyebabab hal tersebut. Namun demikian, walaupun tanpa analisis tematis , kita bisa mengamati secara langsung dan jelas bahwa segala usaha kita untuk mendapatkan kebahagiaan tidak menghasilkan ssesuatu yang berarti. Kita adalah masyarakat yang sengsara dan pander. Kita mengalami kesendirian, depresi, keterputusasaan, dan menuju kehancuran. Manusia seolah merasakan gegembiraan di saat mereka mampu menghamburkan waktu yang telah diinvestasikan sebaik mungkin.

Masyarakat kita adalah percobaan terbesar yang hendaknya mampu menjawab pertanyaan, Apakah pemuasan (sebagai kesatuan negatif dan merupakan kebalikan dari kesatuan positif), kesenangan dan kegembiraan mampu menjadi jawaban yang terbaik untuk mengungkap eksistensi manusia?. Dalam masyarakat kita dan untuk pertama kalinya dalam sejarah terbukti bahwa pemenuhan dorongan untuk mencapai kepuasan diri tidak hanya dilakukan oleh kaum minoritas saja. Pemenuhan untuk mencapai kepusan hidup ini menjadi satu kesenangan lebih dari setengah masyarakat yang ada. Di lain sisi, satu Negara yang dijadikan sampel penelitian ini menafikan pertanyaan di atas. Pemikiran teoritas dan juga beragam informasi seolah menyatakan pernyataan pakar psikolog industry yang menyatakan bahwa usaha untuk merealisasikan kepentingan individual merupakan satu usaha dalm merealisasikan keselarasan, kedamaian, dan kegembiraan bagi masyrakat”.

Kemajuan teknologi belum meainkan peranan apa pun yang bisa meringankan kerisis tersebut. Bahkan, “keyakinan bahwa ilmu pengetahan mampu mengatsi banyak masalah dalam kehidupan keseharian adalah satu kebohongan besar. Bisa dikatakan bahwa teknologi menimbulkan satu permasalahan babru di saat ia berusaha untuk mengatasi permasalahan yang lama”.

Peradaban barat galal dalam memanusiakan manusia.

Pernyataan dari pakar psikolog pun makin memperkuat hal tersebut. Hal ini tampak dari banyaknya penggunaan obat-obat penengang serta banyaknya kunjungan ke rumah sakit jiwa dan pusat rehabilitasi. Sungguh hal yang sangat mengejutkan ketika didapatkan data bahwa setengah masyrakat di sana masuk dalam pengawasan rumah sakit jiwa dan setengah laginya dalam antriannya.

Di Ingris, sekitar 170.000 pasien mendatangi rumah sakit jiwa guna mengobati beragam penyakit pikiran yang mereka hadapi, dan sekitar 16.000 lainnya dinyatakan mengalami gangguan pikiran kronis. Pada tahun 1982, Perancis telah menggunakan lebih dari 1000 botol obat tidur dan obat penenang. Di Amerika, jenis penyakit yang mana penderitanya diharuskan meminum obat penenang. Selain itu, telah dijual bebas lebih dari 6000 jenis obat-obatan serupa.

Kecanduan pada alkohol dan obat-obat terlarang, keretakan rumah tangga, kriminalitas, penyimpangan seksual, lemah ingatan, gangguan kejiwaan dan penyakit fisik adalah hal yang biasa bahkan meningkat secara drastis. Pers memberitakan hal tersebut dan organisasi kesehatan mulai banyak merebak dengan jumlah yang sangat besar. Namun tampaknya depresi yang terjadi di Barat mulai mengarah kepada tidakan bunuh diri.

Dalam majalah kesehatan Paris, dikabarkan bahwa bunuh diri yang terjadi mencapai perbandingan 3-5 orang dalam jumlah 1000 orang pada individu usia 15-24 tahun, dan mencapai perbandingan 1,5 hingga 3 orang dalam seribu orang pada individu usia 25-44 tahun. Dalam ruang emergensi Paris pada tahun 1986, ditemukan 17.000 kasus bunuh diri yang banyak dilakukan oleh para remajanya.

Rujukan:

Panduan Lengkap & Praktis Pskologi Islam. Muhammad Izzudin Tufiq Maroco. Gema Insani Jakarta 2006. Terjahan, Sari Nuralita, Lc at, al.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar